Ikatan Hati antara Anak dan Bapak

Views:

Tatkala Umar bin Khattab hendak mengirim pasukan ke Yarmuk, Umayyah bin Al Askar Al Kinani berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin,hari ini sebenarnya saya sangat ingin ikut serta berperang kalau usia saya belum setua ini.”

Namun anaknya yang bernama Kilab, seorang yang suka beribadah dan zuhud, berkata, ”Tetapi saya, wahai Amirul Mukminin, akan menjual jiwa saya kepada Allah, saya akan menjual dunia saya untuk kepentingan akhirat saya.”

Ayahnya, Umayyah, sangat mencintai dirinya. Lalu di bawah pohon kurma miliknya dia berkata kepada anaknya, “Nak, jangan tinggalkan ayah dan ibumu yang keadaannya sudah tua dan lemah. Ayah dan ibu telah memeliharamu sedari kecil. Namun tatkala ayah dan ibumu membutuhkan kamu, kamu malah hendak pergi.”

Anaknya, Kilab, menjawab, “Saya tetap akan pergi ikut berrperang meskipun harus meninggalkan ayah dan ibu, karena itu menurut saya yang lebih baik.”

Kemudian Kilab berangkat setelah meminta persetujuan ayahnya. Dia Nampak memperlambat jalannya. Ayahnya memandangidi bawah pohon kurma miliknya. Tiba-tiba ada seekor burung merpati yang kelihatannya berbicara kepada anaknya. Melihat tingkah burung seperti itu, sang ayah menangis. Ada seorang tua yang ikut menangis demi melihat sang ayah menangis. Sang ayah pun berdendang:

    Kepada siapakah harus meminta,

    Dua orang tua yang mencari Kilab

    Kitab Allah, bila dia ingat kitab Allah

    Ayah memanggil dia, saya merasa rindu

    Sungguh demi ayahku, Kilab tidak benar

    Kau meninggalkan ayahmu

    Hingga gencar kedua tangannya

    Ibumu tidak enak minum

    Kau tinggalkan ayahmu yang telah berusia senja

    Kurus kering, hampir mati tanpa kegembiraan

    Bila kuda-kuda merumput melintas dengan cepat

    Dia kepulkan debu di setiap perbukitan

    Betapa panjang kerinduannya,

    Dia tangisi dirimu dalam kesendirian

    Karena begitu sedih, pupus sudah harap kepulangan

    Ketika merpati lembah berkicau

    Bergerak penuh kelincahan

    Menuju telurnya,

    Kilab muncul kembali dalam ingatan

Bait-bait diatas sampai kepada Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Lalu dia mengutus seseorang untuk datang kepada Kilab. Lewat utusan tersebut Umar berkata, “Saya mendengar ayahmu sangat bersusah hati karena kamu tinggal pergi. Dengan cara bagaimana kamu biasa berbakti kepadanya?”

Kilab menjawab, “Saya berbakti kepada ayah dengan cara apa saja sebisa saya. Ayah saya, bila kuperaskan susu unta, dia akan tahu kalau susu tersebut hasil perahan saya.”

Umar radhiyallahu ‘anhu menyuruh seorang utusan untuk mengambil unta milik ayah Kilab tanpa sepengetahuannya. Lalu unta tersebut diberikan kepada Kilab untuk diperah. Kilab pun membersihkan puting unta dan memerahnya. Susu hasil perahan ditampung dalam sebuah wadah. Setelah itu susu unta tadi oleh Umar di kirimkan ke ayah Kilab.

Mendapat kiriman susu unta itu, dia menangis, lalu berkata, “Saya mencium bau Kilab dalam susu ini.”

Beberapa perempuan yang berada di sampingnya berkata, “Kamu memang sudah tua dan pikun. Kilab sedang berada di Kufah, tetapi kamu mengatakan telah mencium baunya.” Kemudian ayah Kilab kembali bersenandung:

    Aku dicela, sungguh tanpa dasar ilmu kau mencela

    Adakah para pencela mengerti apa yang kurasa

    Kan kuadukan Umar kepada Tuhannya

    Yang memiliki hujjah yang mapan

    Sebab Al Faruq tidak mengembalikan Kilab ke pangkuan

    Dua orang tua renta yang hidup tanpa penjagaan

Melihat kondisi ayahnya seperti itu, Umar berkata kepada Kilab, “Pulanglah! Ayahmu kau tinggalkan dalam keadaan lemah. Saya tetap akan memberimu bagian.”

Kilab mendengar seorang pengendara kuda menyenandungkan syair tentang ayahnya:

    Umurmu sebagai tebusan,

    Ayah Kilab tidak akan kubiarkan

    Tua renta,berduka cita penuh penderitaan

    Demikian pula, seorang ibu yang selalu menyayang

    Setelah tidur, dia panggil Kilab

    Agar pergi mencari kemuliaan atau harta benda

    Namun kuharap dengan hal itu ku dapat pahala.

Sumber: Kisah Kisah Teladan Bakti Anak kepada Ibu Bapak, Ibrahim bin Abdullah Musa Al Hazmi, Media Hidayah 2004

No comments:

Post a Comment